Saturday, December 22, 2007

Dua Kepercayaan Dalam Satu Tempat

Kerukunan atau saling menghargai antar kepercayaan merupakan nilai penting yang harus ditanam kepada masing-masing individu agar terjadi keharmonisan dan memperkecil peluang terjadinya konflik. Perbedaan-perbedaan yang ada pada lingkungan masyarakat hendaknya juga dapat dijadikan sebagai suatu kekayaan besar yang akhirnya menjadi kekuatan suatu bangsa. Seperti fenomena yang terdapat di kecamatan ambawang kuala, kerukunan atau saling menghargai ditampakkan dengan berdampingnya kelenteng dan panyugu (tempat keramat bagi masyarakat dayak) pada satu tempat yang sama. Berdasarkan cerita, Kelenteng Pantulak ambawang kuala merupakan tangga hanyut yang ditemukan oleh warga. Awalnya tangga itu dibuatkan sebuah rumah kecil untuk memudahkan warga yang ingin bersembahyang ditempat tersebut, namun pada tahun 1971 karena lokasi kelenteng yang berada di pinggir sungai tangga itu kembali dipindahkan ditempat yang lebih besar dan permanen sehinggalah sekarang. Sedangkan Panyugu yang kini ditempatkan berdampingan dengan kelenteng dipindahkan dari tempat asalnya yaitu Raja singa kajakgn bersamaan dengan dibangunnya kelenteng yang lebih besar. Menurut penjaga kelenteng yang baru, Madjid (61) saat ditemui rabu (14/11) mengungkapkan bahwa ”keberadaan panyugu dalam satu ruangan ini tidak mengganggu aktivitas sembahyang orang cina di kelenteng karena selain tidak ada penjaga tetap, juga karena saling menghargai”. Penjaga yang sehari-harinya mengurus keberadaan kelenteng ini juga mengungkapkan perbandingan pengunjung atau warga yang ingin bersembahyang pada masa orde baru lebih ramai dibandingkan setelah reformasi (hingga saat ini). dan kunjungan yang paling ramai adalah pada saat Imlek dan sembahyang ulang tahun. Sementara panyugu pansulak merupakan tempat atau sesuatu yang bagi orang dayak dikeramatkan berguna untuk menolak bala (bencana) yang akan menimpa. Saat ditemui rabu (14/11), salah satu pengurus adat ambawang kuala, Ivodius nyangka,MS menyatakan bahwa ”keberadaan kelenteng ini kadang mengganggu keinginan kami untuk lebih bebas melakukan komunikasi dengan roh nenek moyang, karena yang menjaga tempat tersebut adalah dari pihak kelenteng”. Kesulitan itu ternyata tidak membuat orang dayak mengintimidasi pihak kelenteng, namun mereka tetap mengizinkan agar kelenteng tersebut dibuat di tanah adat milik ambawang kuala. Kerukunan dan rasa saling menghargai antara pemeluk kepercayaan yang berbeda ini hendaknya dapat dijadikan contoh kepada khalayak ramai untuk selalu menjaga keharmonisan didalam masyarakat. (published in Borneo Tribune at 15 nopember 2007)

0 komentar:

by TemplatesForYouTFY
SoSuechtig, Burajiru