Saturday, December 22, 2007

Tionghoa : Wajah Baru Dunia Perpolitikan Indonesia

By Krisantus Dunia perpolitikan di Indonesia kini sudah mulai diisi oleh wajah-wajah baru, wajah yang selama ini dianggap tidak mampu berpolitik langsung atau praktis. Mereka adalah wajah-wajah dari keturunan Tionghoa. Walaupun masih sedikit, namun munculnya mereka dalam dunia perpolitikan telah memberikan warna baru bagi perkembangan demokrasi. Menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untan, Prof. Dr. AB. Tandililing, MA, dengan bergulirnya era reformasi pada tahun 1998 telah menimbulkan proses demokratisasi yang begitu cepat, sehingga membuka peluang atau ruang yang sebesar-besarnya bagi warga keturunan Tionghoa untuk mengisi peta perpolitikan di Kalbar. Dengan munculnya beberapa tokoh warga keturunan Tionghoa yang menduduki posisi penting dalam pemerintahan, secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan motivasi tersendiri bagi warga Tionghoa lainya untuk memasuki dunia politik. Tokoh-tokoh yang telah menjadi inspirasi bagi mereka, misalnya seperti mantan Menteri Koordinator Ekonomi di masa pemerintahan Presiden Megawati, Kwik Kian Gie. Menteri Perdagangan dimasa Presiden SBY, Marie Elka Pangestu. Bupati Batam, Ahok. Dan masih banyak lagi mereka yang berkecimpung di dunia politik. Sedangkan untuk Kalimantan Barat sendiri, seperti yang kita ketahui hangatnya Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur dan Pilwalkot Singkawang, yang belum lama ini diselenggarakan secara serentak. Telah terpilihnya wajah-wajah baru dari kalangan yang selama ini dianggap tidak mampu berpolitik praktis. Drs. Christiandy Sanjaya dan Hasan Karman, keduanya merupakan pemain politik dari kalangan Tionghoa yang akan mempunyai peranan penting dalam kemajuan Kalbar. Sebelum mereka, sudah ada beberapa nama yang mendahului mereka terjun dalam perpolitikan Kalbar, seperti Michael Yan Sri Widodo, Andreas Acui Simanjaya, Hartono Azas, Yansen Akun Effendi dan beberapa nama lagi. Dengan posisi yang dimiliki saat ini, partisipasi politik mereka tidak bisa dianggap biasa. Lambatnya perkembangan mereka dalam dunia politik, menurut Dekan Fakultas ISIP, Prof. Dr. AB. Tandililing, MA, terjadinya G.30/S menimbulkan trauma yang begitu mendalam, mereka didiskriminasikan karena diidentikkan dengan komunis. Tekanan-tekanan yang menganggap mereka identik dengan komunis itu menimbulkan pengaruh pada psikologis dan juga administratif yang akhirnya berimbas pada sempitnya ruang gerak mereka dibidang politik. Penekanan itu misalnya proses pembuatan KTP. Untuk membuat KTP, mereka harus melengkapi administrasi SBKRI yang bagi mereka sangat berat, dengan penekanan itu mereka menjadi malas untuk membuat KTP yang akhirnya akan mempengaruhi ruang gerak mereka. Tapi semenjak Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 56 Tahun 1996 tentang Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Peraturan ini telah memberikan angin segar bagi warga keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia. Keluarnya peraturan itu telah memudahkan membuat mereka membuat KTP yang juga memberikan ruang gerak kepada mereka dalam segala sendi kehidupan. Aktifnya mereka dalam dunia perpolitikan di Indonesia umumnya dan Kalbar khususnya diharapkan dapat memberiakan sesuatu yang berbeda bagi warga asli untuk dapat menerima warga Tionghoa yang ikut dalam dunia perpolitikan. (published in Borneo Tribune at 4 Desember 2007)

0 komentar:

by TemplatesForYouTFY
SoSuechtig, Burajiru