Sunday, February 10, 2008

Indonesia Perusak Hutan Nomor Satu

by Krisantus Banyaknya kasus kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia umumnya dan Kalbar khususnya dikarenakan sebagai akibat dari tata kelola hutan yang buruk. Berdasarkan data Greenpeace,2007, diperkirakan kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia mencapai 2.2 juta per tahun. “Diperlukan peran semua pihak untuk mencegahnya,” kata Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor selaku Koordinator Penanggungjawah Kajian Tata Pemerintahan Sektor Kehutanan di Kalbar dan Jambi, Haryanto R. Putro dalam seminar Info Tata Ruang Hutan di Hotel Peony, Jumat (8/2). Menurutnya, penebangan kayu oleh perusahaan tidak selalu memperhatikan aspek rehabilitas. Kerusakan hutan semakin parah sejak maraknya praktek illegal logging. Rusaknya hutan semakin berimbas pada keseimbangan alam yang semakin mengkhawatirkan seperti terjadinya banjir, tanah longsor dan panasnya suhu bumi atau global warming. “Tahap awal pengelolaan hutan sekarang adalah dengan menata kembali mulai dari awal keadaan tata ruang hutan kita,” ungkapnya. Pengelolaan itu mau tidak mau dimulai dari bawah lagi untuk mencari metode pengelolaan tata ruang hutan yang baik dalam masyarakat. Jika sudah ditemukan, maka yang perlu adalah kemampuan bagaimana caranya agar pemerintah mampu membuat kebijakan yang tepat sehingga dapat dijadikan pondasi dengan didukung oleh ketertiban hukum serta melibatkan semua pihak di dalamnya. “Disadari pula, bahwa sumber kerusakan hutan adalah masifnya kebijakan yang yang diberikan untuk eksploitasi hutan sejak 30 tahun terakhir,” tambahnya. Berkaitan dengan hal tersebut, dari besarnya kerusakan hutan, organisasi lingkungan dunia, Greenpeace menempatkan Indonesia sebagai negara nomor satu di dunia dalam hal kepengerusakan hutan. Meskipun dalam eksploitasi hutan diatur dalam undang-undang atau peraturan, namun yang sering terjadi adalah pemberian ijin yang tidak transparan sehingga mengakibatkan adanya penebangan diluar areal ijin tebangan. Biasanya, dengan mengikutsertakan masyarakat atau tidak berjalannya system silvikutur yang diisyaratkan oleh pemerintah. “Secara formal, tata kelola kehutanan terdapat dalam UU Kehutanan No.41/1999,” terangnya. Didalam UU tersebut sudah termasuk dari tahap perencanaan, pengelolaan, penelitian, pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluh kehutanan dan pengawalan. Dengan demikian, dapat disimpulkan good governance (pemerintah yang baik) belum sepenuhnya diterapkan dengan baik. (taken from Borneo Tribune, 10 Pebruari 2008)

0 komentar:

by TemplatesForYouTFY
SoSuechtig, Burajiru