Saturday, December 22, 2007

Bermain Dawai di Yayasan Halim

by krisantus Cuaca di jalan Gadjah Mada hari minggu siang yang tidak terlalu panas membuat seorang laki-laki paruh baya itu tertidur pulas sehingga kedatangan kamipun tidak diketahui. “Selamat siang pak….” Begitu kami menyapanya, kemudian laki-laki tersebut seketika bangun dari tidurnya dan bertanya kembali kepada kami, “ada apa ?” Kami pun menjawab sesuai dengan maksud kami mendatangi tempat itu, yaitu ingin mengetahui aktivitas apa saja yang diadakan oleh orang-orang yang berada di tempat yang diberi nama Yayasan Halim. Dengan mimik agak terkejut, bapak itu menuturkan bahwa dirinya merupakan orang baru di yayasan dan tidak mengetahui secara persis terhadap perjalanan aktivitas-aktivitas yayasan yang di jaganya saat ini sehingga kami hanya mendapatkan sedikit informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan yayasan itu. Bapak yang terakhir diketahui namanya adalah Lim Eng Hiong mengatakan bahwa, selama ini yayasan halim sudah jarang mengikuti kegiatan-kegiatan diluar berkaitan dengan agama atau hal lain, seperti grup barongsai, pementasan musik oleh kelompok orkestranya, kini hanya terfokus untuk tempat orang yang meninggal disembahyangkan. Dahulu, grup barongsai dan kelompok musik di yayasan ini mempunyai aktivitasaktivitas tersendiri di even-even yang diadakan oleh pihak luar. Untuk grup barongsai, terakhir yayasan ini pernah mendapatkan juara III pada even yang diselenggarakan oleh pihak Yamaha dan kelompok orkestranya dulu sering mengadakan pertunjukan diluar, seperti mengisi acara disekolah-sekolah maupun di tempat ibadah. Lanjutnya, grup barongsai disini sudah semenjak empat tahun yang lalu tidak pernah dibentuk lagi karena alasan tertentu. Setelah beberapa lama berbincang-bincang mengenai apa saja kegiatan di yayasan ini, kami melihat sesuatu yang menarik disudut ruangan, tampak beberapa alat musik khas negara leluhurnya china sehingga kami pun berkeinginan untuk melihatnya dan bertanya “maaf pak, apakah alat-alat musik tersebut masih berfungsi?” sambil mempersilakan kami untuk melihat dan memainkan alat musik tersebut ia mengatakan alat musik ini masih berfungsi namun ada beberapa alat yang rusak. Ada beberapa jenis alat musik yang diletakkan dalam lemari kaca dan cukup menarik bagi kami adalah alat musik dawai. Dikatakannya, bahwa alat-alat musik tersebut didapat dari negara cina dan Jakarta. Pengadaan alat-alat musik ini bertujuan untuk mengembangkan bakat masyarakat terhadap musik terutama bagi anak-anak muda agar dapat mengembangkan minat dan bakat mereka yang akhirnya akan berpengaruh pada nilai-nilai positif dalam pergaulan. Lanjutnya, dahulu yayasan ini mempunyai sanggar yang bernama Sai Ho Kong So, namun sudah beberapa tahun yang lalu yayasan ini tidak memiliki grup musik sendiri karena kurang peminat padahal untuk berlatih mereka tidak dipungut biaya apapun. Walaupun yayasan ini identik atau khusus bagi orang tionghoa namun saudara-saudara yang berasal dari mana pun tidak akan dilarang untuk bermain musik disini karena kita semua adalah sama. Dari penjelasannya, diketahui setiap hari sabtu dan minggu selalu dipersilakan bagi mereka yang ingin belajar musik. Mereka yang berlatih tidak dipungut biaya apapun dan waktu berlatihnya pada jam delapan sampai jam sepuluh malam. Ketika ditanya lagi, seandainya peserta yang datang cukup banyak, bapak itu menjawab “untuk saat ini mereka yang datang belajar tidak pernah melebihi alat musik yang tersedia dan apabila memang orang yang datang cukup banyak, terpaksa harus menunggu giliran untuk bermain”. Menyangkut rencana kedepan nantinya, bapak itu tidak dapat memastikannya karena ia hanyalah penjaga disitu dan jarang bertanya kepada pemimpin yayasan. Setelah puas melihat-lihat dan memainkan beberapa alat musik, kamipun pamit kepada bapak itu dan mengucapkan terima kasih. (published in borneo tribune at 19 nopember 2007)

0 komentar:

by TemplatesForYouTFY
SoSuechtig, Burajiru